Pasal : Sujud sahwi
وَيُشْرَعُ سُجُودُ السَّهْوِ : لِزِيَادَةٍ، وَنَقْصٍ، وَشَكٍّ،
لَا فِي عَمْدٍ.
Sujud sahwi
disyariatkan ketika terjadi penambahan, pengurangan, atau keraguan dalam
shalat, tetapi tidak disyariatkan untuk hal yang dilakukan dengan sengaja.
وَهُوَ وَاجِبٌ : لِمَا تَبْطُلُ بِتَعَمُّدِهِ، وَسُنَّةٌ
لِإِتْيَانٍ بِقَوْلٍ مَشْرُوعٍ فِي غَيْرِ مَحَلَّهِ سَهْوًا، وَلَا تَبْطُلُ بِتَعَمُّدِهِ،
وَمُبَاحٌ : لِتَرْكِ سُنَةٍ.
Sujud sahwi
hukumnya wajib jika kesalahan yang dilakukan dengan sengaja dapat membatalkan
shalat[1].
Hukumnya sunnah jika kesalahan berupa ucapan yang sebenarnya disyariatkan,
tetapi dilakukan di tempat yang tidak semestinya karena lupa, selama hal itu
tidak membatalkan shalat meskipun disengaja. Sujud sahwi juga boleh dilakukan
(mubah) jika penyebabnya adalah meninggalkan amalan sunnah dalam shalat.
وَمَحَلَّهُ : قَبْلَ السَّلَامِ نَدْبًا، إِلَّا إِذَا سَلَّمَ
عَنْ نَقْصِ رَكْعَةٍ فَأَكْثَرَ : فَبَعْدَهُ نَدْبًا.
Tempat sujud sahwi
dianjurkan sebelum salam, kecuali jika seseorang salam karena kekurangan satu
rakaat atau lebih; dalam hal ini, sujud sahwi dianjurkan setelah salam.
وَإِنْ سَلَّمَ قَبْلَ إِتْمَا مِهَا : عَمْدًا : بَطَلَتْ،
وَسَهْوًا : فَإِنْ ذَكَرَ قَرِيبًا : أَتَمَّهَا وَسَجَدَ.
Jika seseorang salam
sebelum menyelesaikan shalat, jika sengaja maka shalatnya batal. Jika lupa,
lalu dia mengingatnya dalam waktu dekat, dia harus melanjutkan shalatnya dan
melakukan sujud sahwi.
وَإِنْ أَحْدَثَ، أَوْ قَهْقَهَ : بَطَلَتْ كَفِعْلِهِمَا
فِي صُلْبِهَا، وَإِنْ نَفَخَ، أَوِ انْتَحَبَ لَا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ، أَوْ تَنَحْنَحَ
بِلَا حَاجَةٍ، فَبَانَ حَرْفَانِ : بَطَلَتْ.
Jika dia [orang yang
melakukan salam dalam keadaan bilangan raka'at belum sempurna] berhadats atau
tertawa keras, maka shalatnya batal, sama seperti jika hal tersebut dilakukan
di tengah shalat. Jika seseorang meniup (mengeluarkan suara keras), menangis
tanpa rasa takut kepada Allah, atau berdeham tanpa kebutuhan hingga terdengar
dua huruf yang jelas, maka shalatnya batal.
وَمَنْ تَرَكَ رُكْنًا غَيْرَ التَّحْرِيمَةِ، فَذَكَرَهُ
: بَعْدَ شُرُوعِهِ فِي قِرَاءَةِ رَكْعَةٍ أُخْرَى : بَطَلَتِ المَتْرُوكُ مِنْهَا،
وَصَارَتِ الَّتِي شَرَعَ فِي قِرَاءَتِهَا مَكَانَهَا، وَقَبْلَهُ : يَعُودُ فَيَأْتِي
بِهِ وَبِمَا بَعْدَهُ، وَبَعْدَ سَلَامٍ : فَكَتَرْكِ رَكْعَةٍ.
Jika seseorang
meninggalkan suatu rukun selain takbiratul ihram, kemudian dia mengingatnya
setelah mulai membaca pada rakaat berikutnya, maka rukun yang tertinggal
tersebut dianggap batal dan rakaat yang baru dimulai menggantikan posisinya. Jika
dia mengingatnya sebelum memulai rakaat berikutnya, dia harus kembali untuk
melengkapi rukun yang tertinggal dan semua yang setelahnya. Jika dia
mengingatnya setelah salam, maka ini dianggap seperti meninggalkan satu rakaat.
وَإِنْ نَهَضَ عَنْ تَشَهُّدٍ أَوَّلَ نَاسِيًا : لَزِمَ
رُجُوعُهُ، وَكُرِهَ : إِنِ اسْتَتَمَّ قَائِمًا، وَحَرُمَ وَبَطَلَتْ : إِنْ شَرَعَ
فِي الْقِرَاءَةِ، لَا إِنْ نَسِيَ أَوْ جَهِلَ، وَيَتْبَعُ مَأْمُومٌ، وَيَجِبُ السُّجُودُ
لِذَلِكَ مُطْلَقًا.
Jika seseorang bangkit
dari tasyahhud awal karena lupa, maka dia wajib kembali ke posisi tasyahhud
awal. Jika dia telah sempurna berdiri, hukumnya makruh untuk kembali. Jika
sudah berdiri dan memulai bacaan Al-Fatihah, maka hukumnya haram [untuk kembali
ke posisi duduk tasyahud] dan [jika dilakukan] shalatnya batal kecuali jika dia
lupa atau belum tahu ilmunya. Makmum harus mengikuti imam, dan sujud sahwi
wajib dilakukan dalam kondisi ini dalam semua keadaan.
وَيَبْنِي عَلَى اليَقِينِ - وَهُوَ الأَقَلُّ - : مَنْ شَكَّ
فِي رُكْنٍ، أَوْ عَدَدٍ. والله أَعْلَمُ.
Barangsiapa yang ragu
atas rukun atau bilangan raka'at maka dia membangun di atas yang yakin, yaitu
yang paling sedikitnya. Wallahu a'lam.
[1] Tidak ada
kontradiksi dengan kalimat pertama. Maksudnya adalah : “Sujud sahwi menjadi
wajib, ketika melakukan sesuatu dengan tidak disengaja, pada hal yang apabila
dilakukan dengan sengaja dapat membatalkan shalat.”