Pasal : Shalat berjama'ah
تَجِبُ الجَمَاعَةُ : لِلخَمْسِ، المُؤَدَّاةِ، عَلَى الرِّجَالِ،
الْأَحْرَارِ، القَادِرِينَ.
Shalat berjama’ah
wajib untuk shalat lima waktu yang dikerjakan pada waktunya, bagi laki-laki
yang merdeka dan mampu.
وَحَرُمَ أَنْ يَؤُمَّ قَبْلَ رَاتِبٍ إِلَّا : بِإِذْنِهِ،
أَوْ عُذْرِهِ، أَوْ عَدَمِ كَرَاهَتِهِ.
Diharamkan
bagi seseorang menjadi imam menggantikan imam tetap, kecuali dengan izinnya,
atau karena adanya udzur, atau tidak ada tanda ketidaksukaan darinya.
وَمَنْ كَبَّرَ قَبْلَ تَسْلِيمَةِ الإِمَامِ الأُوْلَى
: أَدْرَكَ الجَمَاعَةَ.
Barang
siapa bertakbir sebelum imam mengucapkan salam pertama, maka dia mendapatkan
keutamaan berjemaah.
وَمَنْ أَدْرَكَهُ رَاكِعًا، أَدْرَكَ الرَكْعَةَ بِشَرْطِ
: إِدْرَاكِهِ رَاكِعًا، وَعَدَمِ شَكِّهِ فِيهِ، وَتَحْرِيمَتِهِ قَائِمًا، وَتُسَنُّ
ثَانِيَةٌ لِلرُّكُوعِ.
Barang
siapa mendapatkan imam dalam keadaan rukuk, maka dia dianggap mendapatkan
rakaat tersebut, dengan syarat dia mendapati imam sedang rukuk, tidak ragu
bahwa imam sedang rukuk, dan melakukan takbiratul ihram dalam keadaan
berdiri[1].
Disunahkan melakukan takbir kedua sebelum rukuk[2].
وَمَا أَدْرَكَ مَعَهُ آخِرُهَا، وَمَا يَقْضِيهِ أَوَّلُهَا.
Apa yang ia
dapati bersama imam dihitung sebagai bagian akhir shalatnya, sedangkan apa yang
ia selesaikan setelah imam salam dihitung sebagai bagian awal shalatnya.[3]
وَيَتَحَمَّلُ عَنْ مَأْمُوْمٍ : قِرَاءَةً، وَسُجُودَ سَهْوٍ
وَتِلَا وَةٍ، وَسُتْرَةً، وَدُعَاءَ قُنُوتٍ، وَتَشَهُّدًا أَوَّلَ إِذَا سُبِقَ بِرَكْعَةٍ.
Imam
menanggung (menggugurkan kewajiban) makmum terkait bacaan, sujud sahwi, sujud tilawah,
sutrah, doa qunut, dan tasyahud awal jika makmum tertinggal satu rakaat.
لَكِنْ يُسَنُّ أَنْ يَقْرَأَ في : سَكَتَاتِهِ، وَسِرِّيَّةٍ،
وَإِذَا لَمْ يَسْمَعْهُ لِبُعْدٍ، لَا طَرَشٍ.
Namun,
disunahkan bagi makmum untuk membaca (Al-Fatihah) pada saat-saat imam diam,
ketika shalat dilaksanakan dengan bacaan sir (pelan), atau jika makmum tidak
mendengar bacaan imam karena jarak yang jauh, bukan karena tuli.
وَسُنَّ لَهُ : التَّخْفِيفُ مَعَ الإِتْمَامِ، وَتَطْوِيلُ
الأُولَى عَلَى الثَّانِيَةِ، وَانْتِطَارُ دَاخِلٍ مَا لَمْ يَشُقَّ.
Disunnahkan
bagi imam untuk meringankan shalat namun tetap menyempurnakannya, memanjangkan
bacaan rakaat pertama dibandingkan rakaat kedua, dan menunggu orang yang masuk
bergabung ke dalam shalat, selama tidak memberatkan.
[1] Apakah
perlu bersedekap setelah takbirotul ihrom dan sebelum takbir intiqol ? [ana
belum mendapati masalah ini dalam pandangan hanabilah].
Syaikh
Masyhur Hasan Salman hafidzahullahu Ta’ala menjelaskan,
ولا داعي لما يفعله بعض المصلّين من وضع اليد اليمنى على
اليسرى بعد تكبيرة الإحرام و قبل النزول للركوع ، إذ وضع اليدين حال القراءة ، ولا
قراءة في هذه الحالة
“Tidak ada kebutuhan (tidak
perlu) untuk meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri setelah takbiratul
ihram dan sebelum turun menuju ruku’, seperti yang dilakukan oleh sebagian
orang shalat. Hal ini karena meletakkan dua tangan adalah posisi yang diperuntukkan
dalam rangka membaca (Al-Fatihah). Sedangkan dalam kondisi tersebut, dia tidak
membaca Al-Fatihah (karena langsung ruku’, pent.).” (Al-Qaulul Mubiin fi
Akhta’i Al-Mushallin, hal. 257)
[2] Ulama Hanabilah dan Syafi’iyyah menganjurkan
saktah (diam) sebelum mengucapkan takbir ketika hendak rukuk. Syaikh Ibnu Al
Utsaimin mengatakan, “disunnakan sebelum rukuk untuk diam sejenak. Namun bukan
diam yang lama, sekadar cukup untuk menenangkan jiwa (sebelum rukuk)” (Syarhul
Mumthi, 3/86).
[3] Disebutkan oleh syaikh al-Qu'aimiy di dalam
kitabnya ar-Riyadh an-Nadhirot jilid 1 hal 300 - 301 :
وما
أدرك المسبوق معه أي : الإمام من صلاة، فهو آخرها أي : آخر صلاته، فإن أدركه فيما بعد
الأولى لم يستفتح ولم يستعذ، وما يقضيه مما فاته فهو أولها أي : أول صلاته، فيستفتح
له ويتعوذ ويقرأ السورة ويطيل قراءة التي يقضيها، ويراعي ترتيب السور وتكبيرات العيد
إذا فاتته، لكن لو أدرك مسبوق مع إمامه ركعة من رباعية أو مغرب : تشهد عقب ركعة أخرى،
لئلا يغير هيئة الصلاة، فيقطع الرباعية على وتر وليست كذلك، ويقطع الوتر على شفع وليس
كذلك.
ويتورك
مسبوق مع إمامه كما يتورك فيما يقضيه، ويكرر التشهد الأول نصا حتى يسلم إمامه التسليمتين.
قال
في (شرح الإقناع) : قلت : وهذا على سبيل الندب، فإن كان محلا لتشهده الأول، فالواجب
من المرة الأولى بدليل قوله : فإن سلم الإمام قبل أن يتم المأموم التشهد الأول قام
المأموم ولم يتمه إن لم يكن واجبا عليه.
Apa yang
didapati oleh makmum masbuk bersama imam dalam shalatnya dihitung sebagai
bagian akhir dari shalatnya. Misalnya, jika ia bergabung setelah rakaat
pertama, ia tidak perlu membaca doa istiftah atau ta'awudz. Sebaliknya, bagian
shalat yang ia (makmum masbuk) lanjutkan sendiri setelah imam salam dianggap
sebagai bagian awal shalatnya. Karena itu, pada rakaat-rakaat yang ia
sempurnakan sendiri, ia membaca doa istiftah, ta'awudz, dan surat setelah
Al-Fatihah. Ia juga disunahkan memperpanjang bacaan pada rakaat tersebut,
menjaga urutan surat, dan memperhatikan takbir-takbir salat Ied jika ia
ketinggalan. Dalam kasus tertentu, seperti jika seorang makmum masbuk mengikuti
satu rakaat bersama imam dalam salat yang jumlah rakaatnya empat (seperti
Zuhur) atau tiga (seperti Magrib), ia dianjurkan untuk melakukan tasyahud
setelah menyelesaikan satu rakaat tambahan. Hal ini bertujuan untuk menjaga
tata cara salat agar tidak berubah, misalnya shalat empat rakaat tidak menjadi
ganjil, atau shalat tiga rakaat yang seharusnya ganjil tidak berubah menjadi
genap.
Makmum masbuk
juga dianjurkan untuk duduk tawarruk (duduk akhir) ketika bersama imam,
sebagaimana ia duduk tawarruk pada bagian shalat yang ia lanjutkan sendiri.
Selain itu, ia disunnahkan mengulangi tasyahud awal sampai imam selesai
mengucapkan salam kedua.
Menurut
penjelasan dalam Syarh al-Iqna’, anjuran-anjuran ini bersifat sunnah. Jika
makmum masbuk sedang melaksanakan tasyahud awal, kewajiban tasyahudnya dianggap
sudah terpenuhi sejak pertama kali ia melakukannya. Sebagai contoh, jika imam
salam sebelum makmum menyelesaikan tasyahud awalnya, makmum langsung berdiri
melanjutkan salatnya tanpa perlu menyelesaikan tasyahud, kecuali jika tasyahud
itu diwajibkan baginya.