HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar
Kamus Hafalan Durusul Lughah Jilid 2

Pasal : Membersihkan najis

 

تَطْهُرُ : أَرْضٌ وَأَجْرِنَةُ حَمَّامٍ، وَنَحْوُهَا : بِإِزَالَةِ عَيْنِ النَّجَاسَةِ وَأَثَرِهَا بِالمَاءِ.

Tanah, lantai pemandian, dan sejenisnya menjadi suci dengan menghilangkan zat najis (ain najasah) dan bekasnya menggunakan air.

وَبَوْلُ غُلَامٍ لَمْ يَأْكُلْ طَعَامًا بِشَهْرَةٍ، وَقَيْئُهُ : بِغَمْرِهِ بِهِ، وَغَيْرُهُمَا : بِسَبْعِ غَسَلَاتٍ، أَحَدُهَا بِتُرَابٍ وَنَحْوِهِ فِي نَجَاسَةِ كَلْبٍ وَخِنْزِيرٍ فَقَطْ، مَعَ زَوَالِهَا[1].

Air seni bayi laki-laki yang belum makan makanan secara sengaja (kecuali ASI), dan muntahannya, cukup disucikan dengan memercikkan air di atasnya.

Selain keduanya (air kencing dan muntahan bayi), najis lainnya disucikan dengan mencuci sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan tanah atau bahan sejenis, khusus untuk najis anjing dan babi, dengan syarat zat najisnya telah hilang.

 وَلَا يَضُرُّ بَقَاءُ لَوْنٍ، أَوْ رِيْحٍ، أَوْ هُمَا عَجْزًا.

Tidak mengapa jika warna, bau, atau keduanya masih tersisa karena kesulitan menghilangkannya.

وَتَطْهُرُ خَمْرَةٌ انْقَلَبَتْ بِنَفْسِهَا خَلًّا، وَكَذَا دَنُّهَا، لَا دُهْنٌ، وَمُتَشَرِّبٌ نَجَاسَةً.

Khamar yang berubah menjadi cuka secara alami menjadi suci, begitu juga tempat penyimpanannya, kecuali minyak dan benda yang menyerap najis tetap dianggap najis.

وَعُفِيَ فِي غَيْرِ : مَائِعٍ وَمَطْعُومٍ. عَنْ يَسِيرِ دَمٍ نَجِسٍ وَنَحْوِهِ، مِنْ حَيَوَانٍ طَاهِرٍ، لَا دَمَ سَبِيلٍ، إِلَّا مِنْ حَيْضٍ وَنَحْوِهِ.

Pada hal-hal selain cairan dan makanan, diberikan keringanan untuk sedikit darah najis dan semacamnya yang berasal dari hewan yang suci, selama darah tersebut bukan darah yang mengalir. Namun, darah haid dan darah sejenisnya tetap dianggap najis dan tidak termasuk dalam keringanan ini.

وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ، وَقَمْلٌ، وَبَرَاغِيثُ، وَبَعُوضٌ، وَنَحْوُهَا : طَاهِرَةٌ مُطْلَقًا.

Hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir, seperti kutu, kutu busuk, nyamuk, dan sejenisnya, adalah suci secara mutlak.

وَمَائِعٌ مُسْكِرٌ، وَمَا لَا يُؤْكَلُ مِنْ طَيْرٍ وَبَهَائِمَ مِمَّا فَوْقَ الهِرِّ خِلْقَةً، وَلَبَنٌ وَمَنِيٌّ مِنْ غَيْرِ آدَمِيٍّ، وَبَيْضٌ، وَبَوْلٌ، وَرَوْثٌ وَنَحُوهَا : مِنْ غَيْرِ مَأْكُولِ اللَّحْمِ نَجِسَةٌ، وَمِنْهُ : طَاهِرَةٌ، كَمِمَّا لَا دَمَ لَهُ سَائِلٌ.

Minuman yang memabukkan, serta hewan dan burung yang tidak boleh dimakan dagingnya, yang ukurannya lebih besar dari kucing, susu, sperma (mani) dari selain manusia (hewan), telur, air kencing, kotoran, dan sejenisnya dari hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya, semuanya adalah najis. Namun, ada juga yang dianggap suci, seperti dari hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir.

وَيُعْفَى عَنْ يَسِيرِ طِينِ شَارِعٍ عُرْفًا إِنْ عُلِمَتْ نَجَاسَتُهُ، وَإِلَّا فَطَاهِرٌ.

Untuk sedikit lumpur jalanan yang secara umum dikenal sebagai najis, diberikan keringanan jika diketahui bahwa lumpur tersebut najis. Namun, jika tidak diketahui najisnya, maka lumpur tersebut dianggap suci.



[1] Ringkasan menarik dari kitab Syarh Akhsor Mukhtasorot yang disusun oleh Markaz at-Tibyan Lil Istisyarot hal 86 :

Najis memiliki berbagai keadaan yang membedakan cara penyuciannya. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

         1.    Untuk najis yang ada di tanah atau yang sejenisnya, seperti dinding dan semisalnya, cara penyuciannya adalah dengan menghilangkan zat najisnya (ain najis) dan bekasnya menggunakan air. Dalilnya adalah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata :

جاء أعرابي فبال في طائفة المسجد، فزجره الناس، فنهاهم النبي فلما قضى بوله أمر  النبي بذنوب من ماء

 فأهريق عليه.

“Seorang Arab Badui datang dan buang air kecil di salah satu sudut masjid. Para sahabat langsung menegur dan menghardiknya, namun Nabi melarang mereka untuk melakukan itu. Setelah lelaki tersebut selesai buang air kecil, Nabi memerintahkan untuk mengambil satu ember besar berisi air, lalu air tersebut dituangkan di atas tempat yang terkena najis.”

         2.    Najis yang terdapat pada selain tanah, seperti pakaian, kasur, wadah, dan benda serupa lainnya, dihilangkan dengan mencucinya sebanyak tujuh kali. Jika najis tersebut belum hilang setelah tujuh kali pencucian, maka pencucian ditambah hingga zat dan bekas najis benar-benar hilang. Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar bahwasannya ia berkata :

أمرنا بغسل الأنجاس سبعا

                "Kami diperintahkan untuk mencuci najis sebanyak tujuh kali."

         3.    Najis anjing dan babi dihilangkan dengan mencucinya sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan tanah. Jika najis tersebut belum hilang setelah itu, pencucian ditambah hingga najis benar-benar hilang. Hal ini berdasarkan hadis Nabi :

إذا ولغ الكلب في الإناء، فاغسلوه سبع مرات إحداهن بالتراب

                "Jika anjing menjilat bejana, maka cucilah bejana itu sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan tanah."

         4.    Air kencing anak laki-laki yang belum makan makanan secara sengaja serta muntahnya disucikan dengan cara memercikkan air di atasnya. Caranya cukup dengan memercikkan air sekali tanpa perlu menggosok atau mengulanginya. Dalilnya adalah sabda Nabi :

يغسل من بول الجارية، ويرش من بول الغلام

                "Air kencing anak perempuan dicuci, sedangkan air kencing anak laki-laki cukup dipercikkan air di atasnya."

                Selain itu, diriwayatkan bahwa Nabi pernah didatangi seorang bayi laki-laki yang kemudian kencing di pakaian beliau. Nabi pun meminta air dan memercikkannya ke tempat terkena kencing tersebut. Hal serupa juga berlaku pada madzi (cairan pra-ejakulasi), yang cukup disucikan dengan memercikkan air tanpa perlu mencuci secara menyeluruh.