Pasal : Membersihkan najis
تَطْهُرُ : أَرْضٌ
وَأَجْرِنَةُ حَمَّامٍ، وَنَحْوُهَا : بِإِزَالَةِ عَيْنِ النَّجَاسَةِ وَأَثَرِهَا
بِالمَاءِ.
Tanah,
lantai pemandian, dan sejenisnya menjadi suci dengan menghilangkan zat najis
(ain najasah) dan bekasnya menggunakan air.
وَبَوْلُ غُلَامٍ لَمْ
يَأْكُلْ طَعَامًا بِشَهْرَةٍ، وَقَيْئُهُ : بِغَمْرِهِ بِهِ، وَغَيْرُهُمَا :
بِسَبْعِ غَسَلَاتٍ، أَحَدُهَا بِتُرَابٍ وَنَحْوِهِ فِي نَجَاسَةِ كَلْبٍ
وَخِنْزِيرٍ فَقَطْ، مَعَ زَوَالِهَا[1].
Air seni
bayi laki-laki yang belum makan makanan secara sengaja (kecuali ASI), dan
muntahannya, cukup disucikan dengan memercikkan air di atasnya.
Selain
keduanya (air kencing dan muntahan bayi), najis lainnya disucikan dengan
mencuci sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan tanah atau bahan
sejenis, khusus untuk najis anjing dan babi, dengan syarat zat najisnya telah
hilang.
وَلَا يَضُرُّ بَقَاءُ لَوْنٍ، أَوْ رِيْحٍ، أَوْ هُمَا عَجْزًا.
Tidak
mengapa jika warna, bau, atau keduanya masih tersisa karena kesulitan
menghilangkannya.
وَتَطْهُرُ خَمْرَةٌ
انْقَلَبَتْ بِنَفْسِهَا خَلًّا، وَكَذَا دَنُّهَا، لَا دُهْنٌ، وَمُتَشَرِّبٌ
نَجَاسَةً.
Khamar yang
berubah menjadi cuka secara alami menjadi suci, begitu juga tempat
penyimpanannya, kecuali minyak dan benda yang menyerap najis tetap dianggap
najis.
وَعُفِيَ فِي غَيْرِ : مَائِعٍ
وَمَطْعُومٍ. عَنْ يَسِيرِ دَمٍ نَجِسٍ وَنَحْوِهِ، مِنْ حَيَوَانٍ طَاهِرٍ، لَا
دَمَ سَبِيلٍ، إِلَّا مِنْ حَيْضٍ وَنَحْوِهِ.
Pada hal-hal selain cairan dan makanan,
diberikan keringanan untuk sedikit darah najis dan semacamnya yang berasal dari
hewan yang suci, selama darah tersebut bukan darah yang mengalir. Namun, darah
haid dan darah sejenisnya tetap dianggap najis dan tidak termasuk dalam
keringanan ini.
وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ،
وَقَمْلٌ، وَبَرَاغِيثُ، وَبَعُوضٌ، وَنَحْوُهَا : طَاهِرَةٌ مُطْلَقًا.
Hewan yang
tidak memiliki darah yang mengalir, seperti kutu, kutu busuk, nyamuk, dan
sejenisnya, adalah suci secara mutlak.
وَمَائِعٌ مُسْكِرٌ، وَمَا لَا
يُؤْكَلُ مِنْ طَيْرٍ وَبَهَائِمَ مِمَّا فَوْقَ الهِرِّ خِلْقَةً، وَلَبَنٌ
وَمَنِيٌّ مِنْ غَيْرِ آدَمِيٍّ، وَبَيْضٌ، وَبَوْلٌ، وَرَوْثٌ وَنَحُوهَا : مِنْ
غَيْرِ مَأْكُولِ اللَّحْمِ نَجِسَةٌ، وَمِنْهُ : طَاهِرَةٌ، كَمِمَّا لَا دَمَ
لَهُ سَائِلٌ.
Minuman
yang memabukkan, serta hewan dan burung yang tidak boleh dimakan dagingnya,
yang ukurannya lebih besar dari kucing, susu, sperma (mani) dari selain manusia
(hewan), telur, air kencing, kotoran, dan sejenisnya dari hewan yang tidak
boleh dimakan dagingnya, semuanya adalah najis. Namun, ada juga yang
dianggap suci, seperti dari hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir.
وَيُعْفَى عَنْ يَسِيرِ
طِينِ شَارِعٍ عُرْفًا إِنْ عُلِمَتْ نَجَاسَتُهُ، وَإِلَّا فَطَاهِرٌ.
Untuk sedikit lumpur
jalanan yang secara umum dikenal sebagai najis, diberikan keringanan jika
diketahui bahwa lumpur tersebut najis. Namun, jika tidak diketahui najisnya,
maka lumpur tersebut dianggap suci.
[1] Ringkasan menarik dari
kitab Syarh Akhsor Mukhtasorot yang disusun oleh Markaz at-Tibyan Lil
Istisyarot hal 86 :
Najis
memiliki berbagai keadaan yang membedakan cara penyuciannya. Penjelasannya
adalah sebagai berikut:
1. Untuk najis yang
ada di tanah atau yang sejenisnya, seperti dinding dan semisalnya, cara
penyuciannya adalah dengan menghilangkan zat najisnya (ain najis) dan bekasnya
menggunakan air. Dalilnya adalah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu,
ia berkata :
جاء أعرابي فبال في طائفة المسجد، فزجره الناس، فنهاهم
النبي فلما قضى بوله أمر النبي بذنوب
من ماء
فأهريق عليه.
“Seorang Arab Badui datang dan buang air kecil
di salah satu sudut masjid. Para sahabat langsung menegur dan menghardiknya,
namun Nabi ﷺ melarang mereka untuk melakukan itu. Setelah lelaki tersebut
selesai buang air kecil, Nabi ﷺ memerintahkan untuk mengambil satu ember besar berisi air, lalu
air tersebut dituangkan di atas tempat yang terkena najis.”
2. Najis yang
terdapat pada selain tanah, seperti pakaian, kasur, wadah, dan benda serupa
lainnya, dihilangkan dengan mencucinya sebanyak tujuh kali. Jika najis tersebut
belum hilang setelah tujuh kali pencucian, maka pencucian ditambah hingga zat
dan bekas najis benar-benar hilang. Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan dari
Ibnu ‘Umar bahwasannya ia berkata :
أمرنا بغسل الأنجاس سبعا
"Kami
diperintahkan untuk mencuci najis sebanyak tujuh kali."
3. Najis anjing dan babi dihilangkan dengan
mencucinya sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan tanah. Jika najis
tersebut belum hilang setelah itu, pencucian ditambah hingga najis benar-benar
hilang. Hal ini berdasarkan hadis Nabi ﷺ:
إذا ولغ الكلب في الإناء، فاغسلوه سبع مرات إحداهن بالتراب
"Jika
anjing menjilat bejana, maka cucilah bejana itu sebanyak tujuh kali, salah
satunya dengan tanah."
4. Air kencing anak laki-laki yang belum makan
makanan secara sengaja serta muntahnya disucikan dengan cara memercikkan air di
atasnya. Caranya cukup dengan memercikkan air sekali tanpa perlu menggosok atau
mengulanginya. Dalilnya adalah sabda Nabi ﷺ:
يغسل من بول الجارية، ويرش من بول الغلام
"Air
kencing anak perempuan dicuci, sedangkan air kencing anak laki-laki cukup
dipercikkan air di atasnya."
Selain
itu, diriwayatkan bahwa Nabi ﷺ pernah didatangi seorang
bayi laki-laki yang kemudian kencing di pakaian beliau. Nabi ﷺ pun
meminta air dan memercikkannya ke tempat terkena kencing tersebut. Hal serupa
juga berlaku pada madzi (cairan pra-ejakulasi), yang cukup disucikan dengan
memercikkan air tanpa perlu mencuci secara menyeluruh.