HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar
Kamus Hafalan Durusul Lughah Jilid 2

Pasal : Hukum haidh, nifas dan istihadhoh

 

لَا حَيْضَ : مَعَ حَمْلٍ[1]، وَلَا بَعْدَ خَمْسِينَ سَنَةً، وَلَا قَبْلَ تَمَامِ تِسْعٍ.

Tidak ada haid bersamaan dengan kehamilan, tidak pula setelah usia lima puluh tahun, dan tidak sebelum genap usia sembilan tahun.

وَأَقَلُّهُ : يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ، وَأَكْثَرُهُ : خَمْسَةَ عَشَرَ، وَغَالِبُهُ : سِتٌّ أَوْ سَبْعٌ.

Durasi minimal haid adalah sehari semalam, durasi maksimalnya lima belas hari, sedangkan kebiasaan umum lamanya haidh adalah enam atau tujuh hari.

وَأَقَلُّ طُهْرٍ بَيْنَ حَيْضَتَينِ : ثَلَاثَةَ عَشَرَ، وَلَا حَدَّ لِأَكْثَرِهِ.

Masa suci minimal antara dua haid adalah tiga belas hari, dan tidak ada batas maksimal untuk masa sucinya.

وَحَرُمَ عَلَيْهَا فِعْلُ : صَلَاةٍ، وَصَوْمٍ، وَيَلْزَمُهَا قَضَاؤُهُ.

Selama haid, seorang wanita diharamkan untuk melaksanakan shalat dan puasa, namun ia wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan.

وَيَجِبُ بِوَطْئِهَا فِي الفَرْجِ : دِينَارٌ أَوْ نِصْفُهُ كَفَّارَةً.

Apabila seorang wanita melakukan hubungan di area kemaluan saat haid, ia wajib membayar kaffarah berupa satu dinar atau setengah dinar.

وَتُبَاحُ المُبَاشَرَةُ فِيمَا دُونَهُ.

Meski demikian, bermesraan di luar area kemaluan tetap diperbolehkan.

وَالمُبْتَدَأَةُ : تَجْلِسُ أَقَلَّهُ، ثُمَّ تَغْتَسِلُ وَتُصَلِّي، فَإِنْ لَمْ يُجَاوِزْ دَمُهَا أَكْثَرَهُ : اغْتَسَلَتْ أَيضًا إِذَا انْقَطَعَ، فَإِنْ تَكَرَّرَ ثَلَاثًا : فَهُوَ حَيْضٌ، تَقْضِي مَا وَجَبَ فِيهِ، وَإِنْ أَيِسَتْ قَبْلَهُ، أَوْ لَمْ يَعُدْ : فَلَا، وَإِنْ جَاوَزَهُ : فَمُسْتَحَاضَةٌ، تَجْلِسُ المُتَمَيِّزَ إِنْ كَانَ وَصَلُحَ فِي الشَّهْرِ الثَّانِي، وَإِلَّا أَقَلَّ الحَيْضِ حَتَّى تَتَكَرَّرَ اسْتِحَاضتُهَا، ثُمَّ غَالِبَهُ.

Bagi wanita yang baru pertama kali mengalami haid, ia harus menunggu durasi minimal haid (sehari semalam), lalu mandi dan melaksanakan shalat. Jika darahnya tidak melebihi durasi maksimal haid, ia harus mandi lagi setelah darah berhenti. Jika siklus ini terjadi selama tiga kali berturut-turut[2], maka itu dianggap sebagai haid, dan ia wajib mengganti kewajiban yang ditinggalkan selama masa tersebut. Jika darahnya berhenti sebelum tiga kali atau tidak kembali lagi, maka itu bukan haid. Namun, jika darahnya melebihi durasi maksimal, maka itu dianggap sebagai darah istihadhah.

Wanita istihadhah yang dapat membedakan darahnya (tamyiiz) mengikuti tanda tersebut pada bulan kedua[3]. Jika tidak mampu membedakan, maka ia mengikuti durasi minimal haid sampai siklus istihadhahnya berulang, kemudian mengikuti kebiasaan umum durasi haid.

وَمُسْتَحَاضَةٌ مُعْتَادَةٌ : تُقَدِّمُ عَادَتَهَا.

Dan wanita yang mustahadhoh yang memiliki kebiasaan [dalam siklus haidhnya], ia harus berpegang pada kebiasaannya.

وَيَلْزَمُهَا وَنَحْوَهَا : غَسْلُ المَحَلِّ، وَعَصْبُهُ، وَالوُضُوْءُ لِوَقْتِ كُلِّ صَلَاةٍ إِنْ خَرَجَ شَيْئٌ، وَنِيَّةُ الاسْتِبَاحَةِ.

Wanita istihadhah atau yang mengalami kondisi serupa diwajibkan membersihkan area keluarnya darah, membalutnya, dan berwudhu pada waktu setiap shalat jika darah masih keluar, serta berniat untuk melakukan ibadah.

وَحَرُمَ وَطُئُهَا، إِلَّا مَعَ خَوْفِ زِنًي.

Hubungan badan dengan wanita yang sedang haid diharamkan, kecuali jika ada kekhawatiran terjerumus dalam zina.

وَأَكْثَر ُ مُدَّةِ النِّفَاسِ : أَرْبَعُونَ يَوْمًا، وَالنَّقَاءُ زَمَنَه ُ : طُهْرٌ، يُكْرَهُ الوَطْئُ فِيهِ.

Adapun masa maksimal nifas adalah empat puluh hari. Jika terdapat masa bersih di antara darah nifas, maka itu dianggap sebagai masa suci, tetapi makruh hukumnya melakukan hubungan badan pada masa tersebut.

وَهُوَ كَحَيْضٍ فِي أَحْكَامِهِ، غَيْرَ : عِدَّةٍ، وَبُلُوغٍ.

Hukum-hukum nifas dalam berbagai aspek serupa dengan hukum haid, kecuali terkait masa iddah dan baligh.



[1] Syaikh al-Qu’aimiy memberikan catatan kaki di dalam kitabnya al-Hawasyiy as-Sabighot hal 54 :

قال الإمام أحمد: (إنما تعرف النساء الحمل إذا انقطع الدم). وذكر بعض العلماء منهم شيخ الإسلام أن الحامل تحيض، وقد أثبت الطب أن الحامل لا تحيض. وإذا قلنا أنها تحيض فلا بد من معاودة الدم لها في نفس الوقت والأيام التي كان يأتيها فيه قبل الحمل، وهذا مستحيل أو نادر، فالله أعلم. وعلى المذهب - وهو أن الحامل لا تحيض - : لو رأت الحامل دماً، فهو دم فساد، وأحكامها كالمستحاضة ، فتتوضأ لكل صلاة وغير ذلك.

Imam Ahmad berkata : (Bahwa wanita mengetahui dirinya hamil ketika darah haidnya terhenti). Sebagian ulama, termasuk Syaikhul Islam, berpendapat bahwa wanita hamil dapat mengalami haid. Namun, ilmu kedokteran telah membuktikan bahwa wanita hamil tidak mengalami haid. Jika dikatakan bahwa wanita hamil bisa haid, maka haruslah darah itu datang kembali pada waktu dan hari yang sama seperti sebelum kehamilan, sesuatu yang secara logis sulit terjadi atau sangat jarang. -Allah lebih mengetahui hakikatnya - Menurut pendapat mazhab yang menyatakan bahwa wanita hamil tidak mengalami haid, jika wanita hamil melihat darah, maka darah tersebut dianggap sebagai darah fasad (penyakit). Dalam hal ini, statusnya seperti wanita istihadhah. Oleh karena itu, ia diwajibkan berwudhu untuk setiap shalat dan menjalankan hukum-hukum yang berlaku bagi wanita istihadhah.

[2] Apa yang dimaksud dengan angka 3 disini ? Syaikh al-Qu'aimiy memberikan catatan kaki di hal 56 :

تكرر ثلاثاً: أي: ثلاثة أشهر، مثلاً: في الشهر الأول ثمانية أيام ومثله الثاني والثالث، ففي الشهر الرابع تجلس ثمانية أيام. فإن اختلف العدد فكان مثلاً في الشهر الأول ثمانية أيام، وفي الثاني خمسة، وفي الثالث ستة، ففي الرابع تجلس خمسة أيام؛ لأنه هو الذي تكرر ثلاث مرات، فلا بد أن يتكرر ثلاثاً حتى تقضي ما وجب فيه كالصيام والاعتكاف والطواف لا الصلاة، وتكون هذه المرأة معتادة وليست مستحاضة .

Maksud dari "terulang tiga kali" adalah terjadi selama tiga bulan. Sebagai contoh, jika pada bulan pertama darah keluar selama delapan hari, begitu pula pada bulan kedua dan ketiga, maka pada bulan keempat ia duduk (menetapkan masa haid) selama delapan hari. Namun, jika jumlah hari haid berbeda, misalnya pada bulan pertama delapan hari, bulan kedua lima hari, dan bulan ketiga enam hari, maka pada bulan keempat ia menetapkan masa haid selama lima hari, karena itulah yang terulang selama tiga kali. Masa haid harus terulang tiga kali untuk menentukan kebiasaan haid, sehingga ia wajib mengganti kewajiban seperti puasa, i'tikaf, dan tawaf yang ditinggalkan karena haid, tetapi tidak untuk shalat. Dengan demikian, wanita ini dianggap sebagai wanita yang memiliki kebiasaan haid (mukallafah) dan bukan termasuk mustahadhah (wanita dengan darah istihadhah).

[3] Syaikh al-Qu’aimiy memberikan catatan kakinya di hal 57 :

إنما يكون متميزاً: إن كان بعضه ثخيناً وبعضه رقيقاً، أو بعضه أسود وبعضه أحمر، أو بعضه منتناً وبعضه غير منتن، فتعتبر حائضاً في الوقت الذي يكون للدم فيه صفة من صفات الحيض المتقدمة (الثخين - أو الأسود - أو المنتن)، وما عداه فلا تعده حيضاً. ويشترط: أن يكون الدم المشتمل على إحدى صفات الحيض يصلح حيضاً، أي: لا ينقص مجموعه عن يوم وليلة، ولا يزيد عن خمسة عشر يوماً. فتجلس المتميز من الدم فقط في الشهر الثاني، ولا تنتظر أن يتكرر ثلاثاً، وكذا تجلسه في الشهر الأول باعتبار ما مضى .

Darah dianggap dapat dibedakan (tamyiiz) jika sebagian darinya memiliki sifat tertentu seperti kental sementara sebagian lainnya cair, atau sebagian berwarna hitam sementara sebagian lainnya merah, atau sebagian berbau busuk sementara sebagian lainnya tidak berbau busuk. Dalam hal ini, seorang wanita dianggap sedang haid pada waktu di mana darahnya memiliki salah satu sifat haid yang disebutkan, yaitu kental, hitam, atau berbau busuk. Adapun darah yang tidak memiliki sifat-sifat tersebut, tidak dianggap sebagai darah haid. Syarat agar darah yang memiliki salah satu sifat haid dianggap sebagai haid adalah total durasinya tidak kurang dari satu hari satu malam dan tidak lebih dari lima belas hari. Dengan demikian, seorang wanita hanya perlu memperhatikan darah yang memiliki sifat-sifat tersebut pada bulan kedua tanpa perlu menunggu siklusnya berulang hingga tiga bulan. Hal yang sama berlaku pada bulan pertama dengan mempertimbangkan sifat darah yang telah berlalu.