HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar
Kamus Hafalan Durusul Lughah Jilid 2

Pasal : Berwudhu'

 

فُرُوضُ الوُضُوْءِ سِتَّةٌ :

Rukun wudhu ada enam:

غَسْلُ الوَجْهِ مَعَ مَضْمَضَةٍ وَاسْتِنْشَاقٍ، وَغَسْلُ اليَدَيْنِ، وَالرِّجْلَيْنِ[1]، وَمَسْحُ جَمِيعِ الرَّأْسِ مَعَ الأُذُنَيْنِ، وَتَرْتِيبٌ، وَمُوَالَاةٌ.

(1) Membasuh wajah bersama dengan berkumur dan menghirup air ke hidung, (2) membasuh kedua tangan hingga siku, (3) membasuh kedua kaki hingga mata kaki, (4) mengusap seluruh kepala bersama dengan kedua telinga, (5) menjaga urutan (terurut) dan (6) melakukan muwalat (berurutan tanpa jeda yang lama)[2].

وَالنِّيَّةُ شَرْطٌ لِكُلِّ طَهَارَةٍ شَرْعِيَّةٍ، غَيْرِ إِزَالَةِ خَبَثٍ، وَغُسْلِ : كِتَابِيَّةٍ لِحِلِّ وَطْءٍ وَمُسْلِمَةٍ مُمْتَنِعَةٍ.

Dan niat adalah syarat untuk setiap bentuk thaharah (pensucian) yang disyariatkan, kecuali saat menghilangkan najis dan mandi bagi perempuan Ahli Kitab[3] agar halal untuk digauli, serta mandi seorang wanita Muslimah yang menolak (untuk mandi)[4].

وَالتَّسْمِيةُ وَاحِبَةٌ فِي وُضُوءٍ وَغُسْلٍ وَتَيَمُّمٍ، وَغَسْلِ يَدَي قَائِمٍ مِنْ نَوْمِ لَيْلٍ نَاقِضٍ لِوْضُوءٍ، وَتَسْقُط ُ: سَهْوًا وَجَهْلًا[5].

Membaca basmalah adalah wajib dalam wudhu, mandi, dan tayammum, serta mencuci tangan bagi orang yang bangun dari tidur malam yang membatalkan wudhu. Hal ini dimaafkan jika lupa atau tidak tahu.

وَمِنْ سُنَنِهِ : اسْتِقْبَالُ قِبْلَةٍ، وَسِوَاكٌ، وَبُدَاءَةٌ بِغَسْلِ يَدَي غَيْرِ قَائِمٍ مِنْ نَوْمِ لَيْلٍ، وَيَجِبُ لَهُ ثَلَاثًا تَعَبَّدًا، وَبِمَضْمَضَةٍ فَاسْتِنْشَاقٍ وَمُبَالَغَةٌ فِيهِمَا لِغَيْرِ صَائِمٍ، وَتَخْلِيلُ : شَعْرٍ كَثِيفٍ، وَالأَصَابِعِ، وَغَسْلَةٌ ثَانِيَةٌ، وَثَالِثَةٌ، وَكُرِهَ: أَكْثَر.

Di antara sunnah-sunnahnya adalah menghadap kiblat, bersiwak, memulai dengan mencuci tangan bagi orang yang bangun dari tidur malam, mencuci tangan tiga kali sebagai bentuk ibadah, berkumur dan menghirup air dengan kuat bagi selain orang yang berpuasa, menyisir rambut yang tebal, dan menyela jemari, dan mencucinya dua atau tiga kali. Dilarang lebih dari itu.

وَسُنَّ : بَعْدَ فَرَاغِهِ : رَفْعُ بَصَرِهِ إِلَى السَّمَاءِ، وَقَوْلُ مَا وَرَدَ. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

Dan disunnahkan setelah selesai : mengangkat pandangannya ke langit, dan mengucapkan doa yang telah diajarkan. Allahu a’lam.



[1] Seorang penuntut ilmu di grup whatsapp yang kami buat (dalam rangka mengkhatamkan terjemah kitab Akhsor Mukhtasorot) bertanya mengapa didahulukan kaki daripada kepala ? Maka jawabannya, “Apa yang disebutkan di matan tidak mengharuskan urutan. Huruf (و) yang ada di antara bagian-bagian tubuh yang disebutkan tidak melazimkan urutan. Hanya saja konteksnya, muallif rahimahullah sedang menyebutkan bagian-bagian yang dibasuh (غسل), ketika disebutkan 2 anggota tubuh yang dibasuh yaitu kepala dan tangan, maka muallif menyebutkan kaki yang juga dibasuh. Baru setelah itu beliau menyebutkan bagian yang diusap (مسح) berupa kepala. Allahu a’lam.

[2] Batasan muwalah adalah masih basahnya anggota wudhu yang dibasuh sebelumnya, jika sudah kering maka tidak muwaalah lagi.

[3] Seperti untuk haidh, nifas atau junub tidak disyaratkan niat.

[4] Ahmad bin Nashir al-Qu’aimiy di dalam kitabnya al-Hawasyiy as-Sabighot hal 29 menjelaskan :

“Artinya, jika ia menolak mandi dari haidh atau nifas, maka ia dimandikan secara paksa tanpa syarat niat darinya, dan suaminya boleh menyetubuhinya. Akan tetapi, mandinya tadi menghilangkan sifat menyucikan dari air tersebut, karena hadatsnya belum terangkat, sehingga perlu diperhatikan, dan ia tidak boleh shalat dengannya.”

[5] Al-Hawasyiy as-Sabighot : “Jika seseorang lupa atau tidak mengetahui hukumnya. Maka kewajiban itu gugur.”