Pasal : Adzan dan iqomat
الأَذَانُ وَالإِقَامَةُ فَرْضَا كِفَايَةٍ عَلَى :
الرِّجَالِ، الأَحْرَارِ، المُقِيمِينَ، لِلْخَمْسِ المُؤدَّاةِ، وَالجُمُعَةِ.
Adzan dan
iqamah merupakan fardhu kifayah yang diwajibkan atas laki-laki, orang merdeka,
dan orang yang mukim (tidak sedang bepergian) untuk shalat lima waktu yang
dilaksanakan tepat waktu serta shalat Jum'at.
وَلَا يَصِحُّ إِلَّا : مُرَتَّبًا، مُتَوَالِيًا ،
مَنْوِيًّا، مِنْ ذَكَرٍ، مُمَيِّزٍ، عَدْلٍ وَلَوْ ظَاهِرًا، وَبَعْدَ الوَقْتِ
لِغَيْرِ فَجْرٍ.
Adzan dan
iqamah tidak sah kecuali jika dilakukan secara berurutan (tertib), tanpa jeda
yang lama (mutawaliy), disertai niat, dilakukan oleh seorang laki-laki
mumayyiz, dan memiliki sifat adil, setidaknya secara lahiriah. Selain itu, azan dan
iqamah juga harus dilakukan setelah masuk waktu salat, kecuali untuk salat
Subuh, di mana azannya diperbolehkan sebelum masuk waktu.
وَسُنَّ كَوْنُهُ : صَيِّتًا، أَمِينًا، عَالِمًا
بِالوَقْتِ.
Muadzin disunnahkan memiliki suara lantang,
bersifat jujur dan amanah, serta memahami waktu salat.
وَمَنْ جَمَعَ أَوْ قَضَى فَوَائِتَ : أَذَّنَ
لِلْأُولَى وَأَقَامَ لِكُلِّ صَلَاةٍ.
Jika seseorang menjamak shalat atau mengqadha
shalat yang terlewat, maka adzan dilakukan untuk shalat yang pertama, sedangkan
iqamah dilakukan untuk setiap shalat yang dikerjakan.
وَسُنَّ
لِمُؤَذِّنٍ وَسَامِعِهِ: مُتَابَعَةُ قَوْلِهِ سِرًّا، إِلَّا فِي الحَيْعَلَةِ،
فَيَقُولُ: الحَوْقَلَةَ، وَفِي التَّثْوِيبِ: صَدَقْتَ
وَبَرَرْتَ، وَالصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ بَعْدَ فَرَاغِهِ،
وَقَوْلُ مَا وَرَدَ وَالدُّعَاءُ.
Disunnahkan bagi muadzin dan orang yang
mendengarnya untuk mengikuti ucapan adzan dengan pelan (sirran), kecuali pada
lafadz "hayya ‘ala as-salah" dan “hayya ‘ala al-falah”, di
mana pendengar mengucapkan hauqalah, yaitu : "lâ hawla wa lâ
quwwata illâ billâh" Pada
saat tatswib (ucapan muadzin "as-salâtu khayrun minan naum" dalam
azan subuh), pendengar disunnahkan menjawab dengan mengatakan : “shodaqta, wa barirta”[1],
setelah azan selesai, dianjurkan membaca shalawat kepada Nabi ﷺ, membaca zikir-zikir yang diriwayatkan, serta berdoa.
وَحَرُمَ
خُرُوجٌ مِنْ مَسْجِدٍ بَعْدَهُ بِلَا عُذْرٍ، أَوْ نِيَّةِ رُجُوعٍ.
Diharamkan keluar dari masjid setelah azan
tanpa alasan yang dibenarkan syariat atau tanpa niat untuk kembali lagi ke
masjid.
[1] Ada catatan penting :
1.
Biasanya
banyak yang mengatakan sodaqta wa barorta, dengan memfathahkan huruf ro' nya,
yang benar secara kaidah bahasa adalah barirta dengan mengkasroh huruf ro'.
2.
Banyak yang
mengomentari keshahihan hadits pengucapan "sodaqta wa barirta" saat
muadzin mengumandangkan "as solatu khoirun minan naum".
Seperti misalnya Ibnu Hajar mengatakan
"Laa ashla lahu", jawaban seperti itu tidak ada asalnya. Sudah coba
baca 2 kitab syarah terhadap Akhsor :
1.
Ad-Dalaail
wal Isyaarot
2.
Iydoohul
'ibaaroot
Keduanya menyatakan bahwa mengucapkan :
Sodaqta wa barirta tidak ada dalilnya saat membalas 'as solatu khoirum minan
naum'. Bagaimana yg benar ? Yg benar adalah sbgmn keumuman hadits, yaitu dengan
mengucapkan apa yg diucapkan muadzin. Allahu a'lam